Rabu, 09 Desember 2015
Ombus - Ombus Siborongborong
Hai blogerrrrrrrrrrr
kali ini kita akan membahas tentang wisata kuliner nih,
Makanan kas Siborongborong tapanuli utara adalah ombus - ombus, kurang lengkap rasanya jika kita datang ke Siborongborong jika tidak mencicipi yang namanya OMBUS-OMBUS
Ombus-ombus adalah sejenis makanan (lepat) khas dari Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara. Makanan yang terbuat dari tepung beras dicampur gula merah dan gula pasir dan dibungkus dengan daun pisang ini dijual saat masih panas. Tak heran kalau penjualnya meneriakkan "ombus-ombus las kede!" (ombus-ombus masih hangat).
Diceritakan ombus-ombus pertama kalai dibuat oleh Alm. Musik Sihombing sekitar 1940-an. Dia berjualan lepat itu di rumahnya di Jalan Balige Pusat Pasar Kecamatan Siborongborong. Letak Siborong-borong memang sangat strategis. Selain termasuk jalan lintas Sumatera, juga merupakan daerah petengahan antar kabupaten sekitarnya. Sehingga merupakan daerah transit dan perlintasan. Musik Sihombing memberi nama lepat buatannya itu "Lappet Bulung Tetap Panas". (Lepat Daun Tetap Panas). Lepat ini sangat digemari banyak orang sehingga laris manis.
Melihat peluang yang bagus ini datanglah Alm. Anggiat Siahaan dari Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong. Anggiat ikut memanfaatkan peluang dan mulai ikut berdagang lepat seperti yang dibuat Musik Sihombing. Tetapi Anggiat tidak menetap di satu tempat melainkan menjajakan secara berkelling dengan bersepeda.
Lama kelamaan Anggiat Siahaan merasa terlalu susah meneriakkan nama lepat yang terlalu panjang itu yaitu "lappet Bulung Tetap Panas". Sehingga muncul idenya untuk memberi nama baru yang lebih simple dan menarik. Dia memberi nama "Ombus-ombus No.1". Ombus-ombus (batak) berarti tiup-tiup. Anggiat memberi nama tersebut karena lepat yang dia jual itu masih hangat sehingga kalau hendak memakannya harus ditiup-tiup dulu. Dan memang lepat ini lebih enak dimakan saat panas-panas.
Tentu saja pemberian nama baru ini menimbulkan konflik. Sebab Musik Sihombing merasa dia yang behak memberi nama dan wajib diikuti oleh pengikutnya.
Sejak itu, Anggiat Siahaan menjajakan lepatnya dengan nama "Ombus-ombus No.1" ke Pasar Siborong-borong sejak subuh hingga mahgrib. Istrinya, Herlina br Nababan di rumah sudah menyiapkan lepat baru untuk dijual keesokan harinya. Ketekunan dan kerja keras pasangan ini memberi mereka keuntungan yang cukup untuk membiayai kebutuhan keluarga dengan delapan orang anak (dua laki dan enam perempuan).
Buah ketekunan Anggiat dan istrinya tidak hanya menghidupi keluarga tetapi juga mendapat apresiasi dari keluarga. Anggiat mendapat kado dari pihak mertuanya (Marga Nababan) untuk membangun sebuah toko dagang di depan Terminal Mini Siborongborong. Seperti diceritakan oleh anaknya Walben Siahaan (51), pemberian hadiah ini terjadi sekitar 1970-an. Meskipun toko ini amat sederhana namun bisa dibuat tempat berjualan.
Di depan gubuk kecil itu Anggiat Siahaan langsung papan nama "Ombus-ombus No.1". Dan sejak itulah, Anggiat tidak lagi menjajakan lepat secara berkeliling. Pelan tapi pasti, dengan bantuan anak-anaknya, usaha keluarga itu pun terus berjalan lancar. Bahkan toko yang awalnya hanya seadanya kini telah menjadi sebuah gedung permanent bertingkat. Semenjak bangunan permanent itu ada para pengunjung pun semakin ramai ke 'lapo' (kedai) miliknya itu. Tahun 1994 Anggiat Siahaan meninggal dunia kemudian istrinya juga meninggal pada 2002 lalu.
Walau kini berbagai jenis jajanan modern muncul diperjual belikan terutama di pasar-pasar atau pinggiran jalan Siborongborong, Walben Siahaan (51) sebagai penerus usaha orangtuanya tetap bertekad mempertahankan usaha ini. Kini kedai ini telah mampu melayani pesanan untuk pesta-pesta besar seperti kalau ada pertemuan Muspida Taput, Tobasa maupun Humbasa dan acara pernikahan.
Bahkan kini tidak hanya sekedar tempat membeli ombu-ombus. Tetapi sudah menjadi kedai kopi yang disinggahi oleh banyak orang untuk ngopi sambil makan ombu-ombus.
Begitu terkenalnya ombus-ombus ini sehingga Koponis besar Nahum Situmorang mengangkatnya sebagai sebuah lagu yang menarik dengan judul "Marombus-ombus". Tak dapat dipungkiri bahwa lagu ini pun ikut mendorong berkembangnya makanan khas dari Siborong-borong ini. Kini semakin banyak pihak yang menggantungkan hidupnya dari berdagang ombus-ombus di Simpang Tiga Siborong-borong. Mereka juga membuat sendiri barang dagangannya itu.
Tetapi, hingga kini ada dua kelompok pejaja ombus-ombus di Simpat Tiga Siborong-borong ini. Yakni kelompok Desa Somanimbil dan Kelompok Desa Sambariba Horbo. Inilah mungkin hasil mufakat dari pertikaian sekitar 50 tahun silam antara alm.Anggiat Siahaan dengan Alm.Musik Sihombing yang mempersoalkan nama antara "Lappet Bulung Tetap Panas" karya Alm.Musik Sihombing dengan "Ombus-ombus No.1" karya Anggiat Siahaan.
Kedua kelompok penjual Ombus-ombus ini, kini harus berbagi hari untuk berjualan di Pasar Siborongborong. Jika hari Senin kelompok dari Desa Somanimbil yang berjualan, maka hari berikutnya adalah kelompok dari Desa Sambariba Horbo, begitulah seterusnya.
Mungkin kalau kita nilai, hal ini merupakan persaingan ekonomi berdasarkan musyarawarah dan mufakat. Artinya, persaingan ekonomi sebagaimana dalam ilmu atau prinsip perekonomian dalam ilmu pendidikan yang kita peroleh tidak logis. Tapi inilah sebuah contoh keadilan dari masa silam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar